LATAR BELAKANG KRONOLOGI REFORMASI
1998
Kronologi
Reformasi 1998
– Reformasi merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru. Buah
perjuangan reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun
membutuhkan proses dan waktu. Berikut ini kronologis singkat dalam perjuangan
menegakkan era reformasi 1998:

Krisis finansial Asia yang dimulai
sejak tahun 1997 yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin
besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan
Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Harga bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari merangkak naik menyebabkan daya
beli masyarakat kita menurun. Terlebih dengan terpilihnya Presiden Suharto
kembali pada Maret 1998 turut menyulut kemarahan rakyat. Melalui serangkaian
kegiatan aksi demonstrasi, para mahasiswa berusaha untuk melengserkan Presiden
Suharto. Amin Rais membakar semangat mahasiswa dengan mengatakan dengan
"people power", rakyat bisa melengserkan Presiden Suharto yang di
katakan "Biang KKN= korupsi, kolusi dan Nepotisme), dalam setiap pidatonya
Bapak Amin Rais selalu mengajak untuk memberantas KKN sampai ke akar-akarnya.
Berikut time-line peristiwa
reformasi Indonesia secara singkat.
22 Januari 1998
Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS,
IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.
12 Februari
Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi
Panglima Angkatan Bersenjata.
5 Maret
Dua puluh mahasiswa Universitas
Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato
pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan
menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI
10 Maret
Soeharto terpilih kembali untuk masa
jabatan Presiden lima tahun yang ketujuh kali dengan menggandeng B.J. Habibie
sebagai Wakil Presiden.
14 Maret
Soeharto mengumumkan kabinet baru
yang dinamai Kabinet Pembangunan VII. Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti
Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.
15 April
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri
protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjuk rasa menuntut
dilakukannya reformasi politik
18 April
Menteri Pertahanan dan
Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan
VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak
perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog
tersebut.
1 Mei
Soeharto melalui Menteri Dalam
Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi
baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei
Pernyataan itu diralat dan kemudian
dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang
(1998).
Mahasiswa di Medan, Bandung dan
Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak dengan demonstrasi
besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh aparat. Di beberapa
kampus terjadi bentrokan.
4 Mei
Harga BBM melonjak tajam hingga 71%,
disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal
7 Mei
Peristiwa Cimanggis, bentrokan
antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik
Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa
dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher
dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami
iritasi mata akibat gas air mata.
8 Mei
Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa
Yogyakarta tewas terbunuh.
9 Mei
Soeharto berangkat seminggu ke Mesir
untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar
negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei
Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa
Trisakti terbunuh.
13 Mei
Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta.
kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
Soeharto yang sedang menghadiri
pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk
kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat
Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden.
Etnis Tionghoa mulai eksodus
meninggalkan Indonesia.
14 Mei
Demonstrasi terus bertambah besar
hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki
gedung-gedung DPRD di daerah.
Soeharto, seperti dikutip koran,
mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan
itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
Kerusuhan di Jakarta berlanjut,
ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan
terjadi.
15 Mei
Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal
15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke tanah air dan mendarat di lapangan
Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh dini hari. Menjelang siang
hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B.J. Habibie dan sejumlah
pejabat tinggi negara lainnya.
17 Mei
Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya,
Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan pada Minggu, 17 Mei 1998. Ia
mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soeharto dengan alasan
masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.
18 Mei
Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga
ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa,
dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan
DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto
mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi
seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul
Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pukul 21.30 WIB, empat orang menko
(Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan
perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan
agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya,
agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu
"malu". Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden
Soeharto. Ia langsung mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan
saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan.
Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima
ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR
agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat
individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto
mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi".
Gelombang pertama mahasiswa dari
FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
19 Mei
Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden
Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul
Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan
Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof
Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas
Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia),
Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma'ruf Amin dari NU. Dalam
pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang
hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman
masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu
mengajukan pembentukan Komite Reformasi
Presiden Soeharto mengemukakan, akan
segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti
namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi.
Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan
membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.
Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin
Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada
Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan
pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng
yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya
menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif
para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans
Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle
kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
Ribuan mahasiswa menduduki Gedung
DPR/MPR, Jakarta.
Amien Rais mengajak massa mendatangi
Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Dilaporkan bentrokan terjadi dalam
demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
20 Mei
Amien Rais membatalkan rencana
demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
500.000 orang berdemonstrasi di
Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga
terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
Harmoko mengatakan Soeharto
sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa
memilih presiden baru
Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang
ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad
Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk
dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada
keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada
Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk
surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur
dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak
mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu
adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno,
Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang
Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo,
Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian
disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada
Presiden Soeharto.
Soeharto kemudian bertemu dengan
tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.
Pukul 23.00 WIB, Soeharto
memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah
Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati
menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
Wiranto sampai tiga kali bolak-balik
Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu
berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan
ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai
kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.
Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza
Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan
bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. kata-kata yang disampaikan oleh
Yusril itu, "The old man most probably has resigned". Yusril juga
menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul
09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun
Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang
lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi
damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen
Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur -
panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus
disampaikan kepada pemerintahan baru.
21 Mei
Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus
Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi
dini hari menyatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat
datang pemerintahan baru".
Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima
kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana
Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto
(kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi
bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi
presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI
akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden, "ABRI akan
tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan presiden/mandataris MPR,
termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga." Terjadi perdebatan
tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan
bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
22 Mei
Habibie mengumumkan susunan
"Kabinet Reformasi". Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan
Panglima Kostrad.
Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir
terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan atribut
keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa
menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara
mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya
10 November 1998
Pada tanggal 10 November 1998,
diprakarsai oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Senat
Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung, Universitas Siliwangi, dan empat
tokoh reformasi yaitu Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono
X dan Megawati Soekarnoputri mengadakan dialog nasional di rumah kediaman
Abdurrahman Wahid, Ciganjur, Jakarta Selatan. Dialog itu menghasilkan 8 butir
kesepakatan.
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan
Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan
ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang
demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18
orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan
Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.[ki]
Sumber :
Anderson, Ben, Soeharto Lengser Perspektif Luar Negeri
(Yogyakarta: LKis, 1998): hlm 65